Trik2 Nge-Blog
Posted in
Label:
Tips Trik Ngeblog
Selasa, 28 Desember 2010
bagaimana sih cara membuat link pada postingan dan cara memasang widget FB di blog kita?
Seimbang Dalam Meraih Dua Keberhasilan
Posted in
Senin, 05 Mei 2008
Seimbang Dalam Meraih Dua Keberhasilan
oleh : HanZ
Keberhasilan merupakan sebuah kebahagiaan. Itulah intinya. Yaph, seseorang akan merasakan kebahagiaan ketika berada pada puncak keberhasilannya. Sebuah kondisi psikologis yang tidak sedikit orang menginginkannya. Mengapa demikian? Percayalah orang yang berhasil ternyata bukan hanya terlihat dalam kondisi lahirnya saja, namun disamping itu juga terdapat kepuasan batin yang sewaktu-waktu akan menjadi kebanggan tersendiri serta bekal motivasi dalam mengarungi perjalan hidup ini.
Saudaraku,
Ketika kita ingin menikmati sebuah keberhasilan, ada satu kunci yang ditawarkan. Apakah itu? Menurutku yakni kita harus bisa menyelaraskan obsesi dunia dan akhirat. Dunia dan akhirat merupakan dua tempat yang sudah pasti kita singgahi. Dua tempat yang nyatanya memiliki korelasi satu sama lain. Tempat bernaungnya jiwa dan ruh ciptaan sang Khaliq. Praktis hanya hidup dan matilah yang membedakan keadaan keduanya.
Islam adalah agama yang elegan dan pasti bisa membuat seseorang merasakan dua keberhasilan di dua tempat berbeda. Islam menyuguhkan itu lewat hadist yang menggugah semangat hidup kita;
“beramallah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok”
Kita tidak bisa hanya menjadikan dunia sebagai satu-satunya obsesi kita. Kebanyakan kita telah terlena dengan gemerlapnya dunia. Seseorang yang ingin berhasil dengan titel S.Da (sukses dunia akhirat) tentu bisa memanfaatkan moment tersebut. Sudah banyak kisah yang membuktikan bahwa kelebihan obsesi dunia akan berimbas pada ketidakmaksimalan kita dalam merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Saudaraku,
Pernah dengar yang namanya Adolf Hitler? Yaph, tepat sekali. Beliau adalah tokoh kenamaan Jerman yang telah mencapai puncak keberhasilannya lewat gerakan NAZInya. Namun tahukah kamu, dibalik itu ia berada pada kondisi hidup yang tidak bahagia ditengah popularitas, kedudukan dan kekayaannya. Serta masih banyak tokoh-tokoh lainnya yang dengan kenyataan ia berhasil di dunia bukanlah sebuah jaminan bahwa ia akan bahagia.
Coba direnungi degh :
Dunia dihuni empat ragam manusia. Pertama, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan dan ilmu pengetahuan lalu bertakwa kepada Robbnya, menyantuni sanak-keluarganya dan melakukan apa yang diwajibkan Allah atasnya maka dia berkedudukan paling mulia. Kedua, seorang yang diberi Allah ilmu pengetahuan saja, tidak diberi harta, tetapi dia tetap berniat untuk bersungguh-sungguh. Sebenarnya jika memperoleh harta dia juga akan berbuat seperti yang dilakukan rekannya (kelompok yang pertama). Maka pahala mereka berdua ini adalah (kelompok pertama dan kedua) sama. Ketiga, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan tetapi tidak diberi ilmu pengetahuan. Dia membelanjakan hartanya dengan berhamburan (foya-foya) tanpa ilmu (kebijaksanaan). Ia juga tidak bertakwa kepada Allah, tidak menyantuni keluarga dekatnya, dan tidak memperdulikan hak Allah. Maka dia berkedudukan paling jahat dan keji. Keempat, seorang hamba yang tidak memperoleh rezeki harta maupun ilmu pengetahuan dari Allah lalu dia berkata seandainya aku memiliki harta kekayaan maka aku akan melakukan seperti layaknya orang-orang yang menghamburkan uang, serampangan dan membabi-buta (kelompok yang ketiga), maka timbangan keduanya sama. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Kita juga tidak bisa memprioritaskan akhirat sebagai satu-satunya obsesi kita dalam mencapai keberhasilan. Islam tidak mengajurkan itu. Islam menyarankan penganutnya untuk menyelaraskan keduannya. Seimbang gitu degh. Itulah sebabnya hadist yang pertama tadi dapat dijadikan rujukan sebagai bahan motivasi kita sebagai pemburu keberhasilan.
oleh : HanZ
Keberhasilan merupakan sebuah kebahagiaan. Itulah intinya. Yaph, seseorang akan merasakan kebahagiaan ketika berada pada puncak keberhasilannya. Sebuah kondisi psikologis yang tidak sedikit orang menginginkannya. Mengapa demikian? Percayalah orang yang berhasil ternyata bukan hanya terlihat dalam kondisi lahirnya saja, namun disamping itu juga terdapat kepuasan batin yang sewaktu-waktu akan menjadi kebanggan tersendiri serta bekal motivasi dalam mengarungi perjalan hidup ini.
Saudaraku,
Ketika kita ingin menikmati sebuah keberhasilan, ada satu kunci yang ditawarkan. Apakah itu? Menurutku yakni kita harus bisa menyelaraskan obsesi dunia dan akhirat. Dunia dan akhirat merupakan dua tempat yang sudah pasti kita singgahi. Dua tempat yang nyatanya memiliki korelasi satu sama lain. Tempat bernaungnya jiwa dan ruh ciptaan sang Khaliq. Praktis hanya hidup dan matilah yang membedakan keadaan keduanya.
Islam adalah agama yang elegan dan pasti bisa membuat seseorang merasakan dua keberhasilan di dua tempat berbeda. Islam menyuguhkan itu lewat hadist yang menggugah semangat hidup kita;
“beramallah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok”
Kita tidak bisa hanya menjadikan dunia sebagai satu-satunya obsesi kita. Kebanyakan kita telah terlena dengan gemerlapnya dunia. Seseorang yang ingin berhasil dengan titel S.Da (sukses dunia akhirat) tentu bisa memanfaatkan moment tersebut. Sudah banyak kisah yang membuktikan bahwa kelebihan obsesi dunia akan berimbas pada ketidakmaksimalan kita dalam merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Saudaraku,
Pernah dengar yang namanya Adolf Hitler? Yaph, tepat sekali. Beliau adalah tokoh kenamaan Jerman yang telah mencapai puncak keberhasilannya lewat gerakan NAZInya. Namun tahukah kamu, dibalik itu ia berada pada kondisi hidup yang tidak bahagia ditengah popularitas, kedudukan dan kekayaannya. Serta masih banyak tokoh-tokoh lainnya yang dengan kenyataan ia berhasil di dunia bukanlah sebuah jaminan bahwa ia akan bahagia.
Coba direnungi degh :
Dunia dihuni empat ragam manusia. Pertama, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan dan ilmu pengetahuan lalu bertakwa kepada Robbnya, menyantuni sanak-keluarganya dan melakukan apa yang diwajibkan Allah atasnya maka dia berkedudukan paling mulia. Kedua, seorang yang diberi Allah ilmu pengetahuan saja, tidak diberi harta, tetapi dia tetap berniat untuk bersungguh-sungguh. Sebenarnya jika memperoleh harta dia juga akan berbuat seperti yang dilakukan rekannya (kelompok yang pertama). Maka pahala mereka berdua ini adalah (kelompok pertama dan kedua) sama. Ketiga, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan tetapi tidak diberi ilmu pengetahuan. Dia membelanjakan hartanya dengan berhamburan (foya-foya) tanpa ilmu (kebijaksanaan). Ia juga tidak bertakwa kepada Allah, tidak menyantuni keluarga dekatnya, dan tidak memperdulikan hak Allah. Maka dia berkedudukan paling jahat dan keji. Keempat, seorang hamba yang tidak memperoleh rezeki harta maupun ilmu pengetahuan dari Allah lalu dia berkata seandainya aku memiliki harta kekayaan maka aku akan melakukan seperti layaknya orang-orang yang menghamburkan uang, serampangan dan membabi-buta (kelompok yang ketiga), maka timbangan keduanya sama. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Kita juga tidak bisa memprioritaskan akhirat sebagai satu-satunya obsesi kita dalam mencapai keberhasilan. Islam tidak mengajurkan itu. Islam menyarankan penganutnya untuk menyelaraskan keduannya. Seimbang gitu degh. Itulah sebabnya hadist yang pertama tadi dapat dijadikan rujukan sebagai bahan motivasi kita sebagai pemburu keberhasilan.
Mulai detik ini, ubahlah frame pemikiran serta obsesi kita!
Jadilah orang-orang yang haus akan 2 keberhasilan. Tetap optimis sobat..
Jadilah orang-orang yang haus akan 2 keberhasilan. Tetap optimis sobat..
Langganan:
Komentar (Atom)







